Saya tidak pandai membuat kata-kata yang bagus. Apalagi untuk kamu, sama sekali saya tidak tahu selera kamu seperti apa (haha). Tapi saya punya satu prosa bagus tentang arti bertambahnya usia. Lewat prosa ini semoga kamu bertambah bijak di usiamu yang ke-19 tahun ini.
Jembatan Zaman
Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segala.
Pohon
besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Namun masih ingatkah
ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah
ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan
setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan
pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu
kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini burung
besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi
buahnya. Namun jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya
menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu
lagi.
Setiap jenjang
memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah
tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih
mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang
segala tahu.
Dapatkah
kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil atau yang
digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang
melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas tapi masih dalam petak
yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh ke
samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu
kalau tidak dijembatani.
Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.
oleh Dewi "Dee" Lestari
Kamu tahu, ini salah satu prosa favorit saya dari karya-karya yang dihasilkan Dee.
Haha, akhirnya selamat ulang tahun, Biq. Barakallahu fii umrik.
Sabtu, 29 November 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar