Hanya perbincangan
untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Waktu itu aku dan teman sekelasku
membahas sedikit topik yang menyangkut masa lalu. Tentang kebanggaan memiliki
seorang sahabat.
Aku bertanya apa selama
hidupnya temanku memiliki seorang sahabat. Ia pun justru balik bertanya
kepadaku. Aku terdiam. Aku sendiri tidak tahu apa definisi seorang sahabat.
Bagiku kata sahabat itu maknanya kabur, samar-samar. Tidak seperti teori
relativitas Einstein atau rentetan rumus hukum Newton yang wajib dipahami oleh
anak-anak SMA saat ini. Sampai saat ini, aku mendefinisikan sahabat sebagai
suatu teori ketidakpastian. Karena terkadang saat kita menganggap seseorang
sebagai sahabatnya, belum tentu orang yang dimaksudnya meresponnya dengan
jawaban, “Kau juga sahabatku”. Begitu tidak pastinya, entah apa karena kita
tidak menuntut sebuah kepastian darinya.
Kembali ke cerita awal.
Temanku berkata, seumur hidupnya ia merasakan memiliki teman sejalan, dalam
bahasa Jawa kanca plek, saat ia masih
SD. Itupun karena ia selama 6 tahun berturut-turut satu kelas dengannya. Kalau
seperti itu sih, aku juga punya. Bukan hanya di sekolah, di rumah, di tempat
ngaji, sampai di pasarpun aku punya. Dari sifat alim seperti sahabat-sahabat
nabi dahulu sampai kegilaan akut tanpa ampun yang di derita teman – temanku.
Bersama teman-temanku, dulu aku pernah belajar kelompok, bersepeda keliling
kota, mencuri jambu biji tetanggaku, menggoda balita-balita sampai menangis,
menjadi orang tua angkat seekor kucing, melempar mercon di pekarangan orang sehabis
salat subuh, sampai iseng menelpon nomor telepon rumah di buku telepon. Begitu
nakalnya, entah aku jadi bangga karena kejahatan kelas ikan sarden itu aku
lakukan bersama-sama.
Memiliki sahabat
berarti harus memiliki kehati-hatian. Meningkatkan sensitivitas dan kepekaan
perasaan, dan emosi. Harus lebih peka daripada detektor banjir di sungai-sungai
kumuh itu. Karena kita saling mengenal dan mengetahui kelebihan dan kelemahan
kita, bahkan mungkin sejak kita lahir dan mata kita mulai melihat dunia luar. Karena
itu berarti beberapa hidup, nyawa, dan jiwa kita luapkan bersama sahabat.
Temanku tadi bertanya
lagi, apa aku punya sahabat.
Aku jawab saja, waktu
SD...
aku pernah menganggap seseorang sahabat, tapi ternyata orang itu tidak menganggapku begitu. Rasanya sakit bertepuk sebelah tangan :(
BalasHapusTerima kasih Kenya...
BalasHapusYa, tidak bisa dipungkiri. Terkadang kita berharap segala yang kita inginkan akan dilakukan juga oleh teman kita. Masalahnya sekarang adalah di mana kita meletakkan rasa tulus dan ikhlas untuk teman kita itu. Meletakkan dasar-dasar kebaikan dalam pertemanan kita.
Kenya bisa melakukan itu, dengan hati yang besar dan baik tentunya. hehe.. :D