Kamis, 26 September 2013

Satu Manusia

Angin dingin diam-diam menyelinap dalam perumahan
Mendung pelan pelan turun dari kerajaan langit
Hitam menaungi angkasa raya

Aku berdiri sendiri disini
Diantara hamparan rerumputan yang mulai suram
Detik demi detik berlalu tanpa melakukan apa-apa

Dalam pikiran bergejolak seribu satu angkara
Sanubari menunjukkan gejalanya untuk segera keluar
Meluap-luap
Tumpah

Apa yang selama ini aku hadapi, Tuhan
Apa yang selama ini aku perbuat, Tuhan

Apa selama ini aku hanya berdiam diri saja
Atau aku hanya lari, kemudian kabur

Tuhan!

Dimana aku selama ini
Sejauh itukah aku dengan nasib baikku
Atau sedekat itukah perasaan itu
Hingga sekarang aku terdampar dalam dimensi kehampaan

Tuhan!

Terlalu hina dina tubuhku sekarang
Untuk melaju keluar dan berhadapan dengan makhluk-makhluk-Mu
Sangat berat beban dan tanggungan ini
Terlalu bodoh pikiran ini
Untuk sedikit peka dan mencair

Apa yang harus aku lakukan, Tuhan

Tuhan!

Senin, 23 September 2013

Pengagum Rahasia



Pada hari hari biasa
Aku telah terbiasa
Memandang wajahmu yang luar biasa

Pada hari hari pagi
Aku telah berjanji
Menatap setia wajah berseri

Pada hari hari malam
Aku sedang tenggelam
Terjatuh ke dalam senandung temaram

Pada saat saat itu aku melihat
Ada pandangan lain yang tersirat
Ada kedamaian lain yang melekat

Pada saat saat itu semua
Aku hanya bisa memandangmu dari jauh
Aku hanya bisa merasakannya untuk diriku sendiri
Aku hanya bisa mengagumimu secara rahasia

Hanya perbincangan untuk menghabiskan waktu yang tersisa



Hanya perbincangan untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Waktu itu aku dan teman sekelasku membahas sedikit topik yang menyangkut masa lalu. Tentang kebanggaan memiliki seorang sahabat.

Aku bertanya apa selama hidupnya temanku memiliki seorang sahabat. Ia pun justru balik bertanya kepadaku. Aku terdiam. Aku sendiri tidak tahu apa definisi seorang sahabat. Bagiku kata sahabat itu maknanya kabur, samar-samar. Tidak seperti teori relativitas Einstein atau rentetan rumus hukum Newton yang wajib dipahami oleh anak-anak SMA saat ini. Sampai saat ini, aku mendefinisikan sahabat sebagai suatu teori ketidakpastian. Karena terkadang saat kita menganggap seseorang sebagai sahabatnya, belum tentu orang yang dimaksudnya meresponnya dengan jawaban, “Kau juga sahabatku”. Begitu tidak pastinya, entah apa karena kita tidak menuntut sebuah kepastian darinya.

Kembali ke cerita awal. Temanku berkata, seumur hidupnya ia merasakan memiliki teman sejalan, dalam bahasa Jawa kanca plek, saat ia masih SD. Itupun karena ia selama 6 tahun berturut-turut satu kelas dengannya. Kalau seperti itu sih, aku juga punya. Bukan hanya di sekolah, di rumah, di tempat ngaji, sampai di pasarpun aku punya. Dari sifat alim seperti sahabat-sahabat nabi dahulu sampai kegilaan akut tanpa ampun yang di derita teman – temanku. Bersama teman-temanku, dulu aku pernah belajar kelompok, bersepeda keliling kota, mencuri jambu biji tetanggaku, menggoda balita-balita sampai menangis, menjadi orang tua angkat seekor kucing, melempar mercon di pekarangan orang sehabis salat subuh, sampai iseng menelpon nomor telepon rumah di buku telepon. Begitu nakalnya, entah aku jadi bangga karena kejahatan kelas ikan sarden itu aku lakukan bersama-sama.

Memiliki sahabat berarti harus memiliki kehati-hatian. Meningkatkan sensitivitas dan kepekaan perasaan, dan emosi. Harus lebih peka daripada detektor banjir di sungai-sungai kumuh itu. Karena kita saling mengenal dan mengetahui kelebihan dan kelemahan kita, bahkan mungkin sejak kita lahir dan mata kita mulai melihat dunia luar. Karena itu berarti beberapa hidup, nyawa, dan jiwa kita luapkan bersama sahabat.

Temanku tadi bertanya lagi, apa aku punya sahabat.

Aku jawab saja, waktu SD...

Manusia untuk Manusia



Sekali lagi aku menghadapi
Menjadi satu-satunya
Orang di dunia ini

Kalau aku manusia,
Berarti cuma aku manusia di bumi
Walaupun akhirnya aku bukan manusia
Berarti mereka-mereka yang disekitarku
Adalah manusia

Hidupku seakan cuma memberiku dua pilihan
Hanya aku manusia di bumi, atau aku bukan manusia

Mengapa tidak ada yang berpihak kepadaku?
Mengapa tidak ada yang bisa mendengarku?
Melihatku disini
Mendengar aku berbicara
Menganggap aku ada

Apa cuma kertas, pulpen
Yang jadi satu-satunya teman setiaku

Dimana teman-teman manusiaku lainnya?
Apa yang mereka perbuat selama ini?

Memang pantang untukku membagi kesedihan
Tapi apa itu artinya mereka tidak mau
Berbagi kebahagiaan denganku
Berbagi cerita bersamaku
Meluangkan waktunya sedikit saja bersamaku

Aku iri pada beberapa manusia
Yang punya tempat tersembunyi
Di beberapa hati manusia lainnya

Aku iri pada beberapa manusia
Yang tanpa mengungkapkan perasaannya
Bisa mendapat apa yang ia inginkan

Beberapa kali aku benci
Pada nasibku sendiri
Pada tubuhku sendiri

Aku begitu lemah, pasrah, penyerah
Akibat kesalahan fatal
Terjatuh dari impian dan cita-cita sendiri
Tenggelam dan terseret arus pada tepian muara
Termakan oleh keganasan ombak samudera
Tubuhku hancur, tercerai berai ke empat penjuru mata angin
Dimakan dengan rakusnya oleh ikan-ikan laut
Dan ikannya dipancing manusia
Dimakan manusia
Apa begitu nasibku, berakhir pada perut-perut kerakusan manusia?

Cuma begitu tingkah kebiadaban manusia
Hidup cuma untuk makan tidur dan buang hajat
Tanpa mau memperhatikan aku
Sebagai manusia yang tidak dimanusiakan

Hei manusia-manusia di sekitarku
Aku mohon
Beri aku sedikit saja
Waktumu
Hidupmu

Apa kau dengar, manusia?
Hening

Jumat, 20 September 2013

Rekening Waktu untuk Ayid


Hai, malam. Hari ini aku ingin bercerita. Di Hari Jum'at ini, sehabis pulang shalat jum'at, aku menerima telepon. Telepon berita duka. Saudaraku (teman ayahku, tapi sudah dianggap saudara) meninggal dunia, tepat 20 hari setelah kematiannya. Ia kebar, umurnya sekitar 13 tahun. Tahun ini baru masuk SMP. Cuma ingin meluapkan rasa tersesak di otak dan hati, aku coba buat tulisan untuk saudaraku ini.

Rekening Waktu untuk Ayid

Yid, hari ini purnama
Si Dewi Chandra bersinar dengan anggunnya
Kau pasti suka, Yid
 
Yid, sudah tiga belas tahun kita bersama
Itu artinya 156 bulan kita bercerita
Itu artinya 4680 hari kita berlari
Atau 112320 jam kita bersenda gurau
Mungkin 6739200 menit kita bernyanyi
Sampai  404352000 detik kita saling melindungi

Yid, sudah tenangkah engkau disana?
Apa sudah bertemu Bapak kita?
Bapak yang meninggalkan kita
Dua puluh hari yang lalu?

Sebegitu rindunya kau pada Bapak?

Yid, setidaknya aku bersyukur disini
Setidaknya sakit di tubuhmu terobati
Dan rasa kangenmu terbayar

Yid, sampaikan salamku pada Bapak, ya
Jaga Bapak disana
Biar aku yang jaga Ibu disini
Sampaikan salamku pada bapak

Aku, Ibu, kakak, dan adikmu
senantiasa berdoa
setia untuk berkunjung di tempatmu

Semoga Sang Khalik melindungimu
Dan semoga hari Jum'at ini melindungimu juga

Yid, terima kasih 
atas rekening waktu yang engkau berikan
Kini saatnya aku tutup rekeningku

Aku harus buat rekening baru

Rekening waktu,
Tanpamu, Yid

Selamat Jalan, Yid..

Untuk Farid, yang tengah terlelap selamanya
Disini Fahri, hidup untuk berjuang
Berdoa

Selasa, 17 September 2013

Sebuah Keberanian



Tabir kelemahanku mulai membuka
Hanya bisa membayangkan tanpa ingin menyatakannya
Hanya mampu untuk menulis tanpa keberanian untuk mengungkapkan
Hanya sebatas membaca tanpa menafsirkan tembang yang dinyanyikan alam
Terlalu kecil untuk bisa bermimpi setinggi tiang bendera
Terlalu keras untuk dapat menerima setiap konsekuensi
Terlalu besar untuk masuk pada kesempatan – kesempatan kecil
Terlalu ramai untuk hati yang masih hening

Tapi ini yang terakhir
Aku sudah menyatakannya, walau tidak secara langsung
Aku berani berucap, walau cuma satu dua kata
Aku sanggup mengartikan makna tersirat yang diberi alam
Aku mampu terbang untuk lebih tinggi dari bintang – bintang di angkasa
Aku mampu nyaman selembbut kapas untuk setiap manusia
Aku bisa lebih menyesuaikan diri untuk siap pada setiap kesempatan
Aku mencoba untuk masuk dan mengerti pada setiap hati dan mata di depanku

Seperti angin pada lembah bunganya
Seperti jangkar pada setiap pelabuhan
Seperti tetesan embun pada helai daun saat fajar

Aku akan berputar, berjalan, seimbang, dan bahagia
Seperti roda sepeda dan penumpangnya

Sabtu, 14 September 2013

Keputusan Penting

25 November 2013 nanti
Aku genap berumur 18 tahun
Di hari itu, aku akan membuat satu keputusan penting dalam hidupku
Butuh banyak doa
Butuh banyak nasihat dan wawasan
Butuh minta doa restu ortu, restu sana, restu sini

Aku sudah kelas 3 SMA
Aku harus meyakinkan diriku sendiri