Jumat, 13 September 2013

Untuk Neptunus



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4hznTmvN0GROv6L3YcPeVy4OFhqVWz__fyEfaBS6B0gCNALaB64fIE-3UrCcRwQE13GrlMp5lJBKU1aa0kE8lSw6ZzOxIUCCXkGfq00-EzFMyDjp3eJNCobb-NqKrlHJ4yR2R-MIt6MI/s400/perahukertas_still1.jpg


Andai hari ini Aku berzodiak Aquarius
Seperti Kugy pada perahu kertasnya
Untuk Neptunus, Sang Dewa Laut

Tidak ada yang aneh pada cuaca hari ini. Matahari bersinar tidak terlalu terik. Pepohonan bergoyang ditiup angin, biasa karena ini saat musim angin. Jalan raya yang terasa sedamai jalan setapak. Hawa yang terasa agak dingin akibat angin malam yang turun dari gunung. Sebuah kombinasi klasik yang pas untuk hari ini. Karena hari ini, aku memulainya dari nol. Benar – benar nol.
Entah apa ini membuat semua di depan mata serasa berbahasa?
Segera aku kayuh sepedaku pada satu jalan. Satu – satunya jalan menuju sebuah tempat. Sungai.
Sebuah ritual aneh, setelah aku membaca sebuah buku. Buku yang cukup membuat aku tersadar, ada yang lain dibalik semuanya. Aku mencoba membuat sebuah lipatan kertas, berbentuk perahu, untuk Neptunus. Secarik surat penting untuknya. Aku ingin berterima kasih

“ Hai Nus
Hari ini aku membuat keputusan penting
Aku ingin bersepeda lagi
Entah itu sendiri, atau ada keramaian di sampingku
Aku bertekad untuk mengayuh sepedaku lagi
Aku bertekad mengejar mimpi – mimpiku
Karena dengan sepedaku
Seberapapun beban hidup, keluh kesah, dan masalah
Menguap seiring hembusan nafas
Meleleh mengikuti alur keringat

Ini surat pertama dan terakhirku
Aku berjanji, untuk bangkit lagi
Makasih Nus “

Untuk adikku
Yang  tergila – gila
Pada Perahu Kertas

0 komentar:

Posting Komentar